Galau, Pertanyaan Orang tua Seputar Anak Masuk Pondok Pesantren

Tahun ini seharusnya saya juga sibuk mencarikan sekolah anak saya yang sudah lulus SD. Namun, hal itu tidak terjadi karena anak lelaki saya satu-satunya telah menentukan pilihannya sendiri untuk tidak masuk ke sekolah umum. Dia memilih pesantren untuk menimba ilmu umum dan agama. Yakin memasukkan anak di pondok pesantren di usia 12 tahun?

Sudah dua minggu ini anak saya resmi menjadi santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) Putra 1 di Ponorogo Jawa Timur. Dia dinyatakan lulus di pondok Gontor Pusat setelah melewati beragam tes bersama 3.241 calon pelajar (capel) yang mendaftar. Sejak hari pengumuman itu kami meninggalkan anak tunggal kami di pondok untuk langsung mulai belajar. Kepulangan kami dengan kebanggaan bahwa anak kami berada di tempat yang tepat. Setidaknya kami telah merasakan ikut ‘mondok’ seminggu selama proses pendaftaran dan seleksi masuk.

IMG_7711

Saya senang, bangga dan terharu dengan pilihan anak saya dan keberhasilannya. Meskipun saya sempat ragu ketika di awal kelas 6 dia mengambil keputusan untuk masuk Gontor, dia membuktikan bahwa dia konsisten dengan pilihannya dan gigih berjuang melalui berbagai proses untuk membuktikan keseriusannya. Saya sangat bersyukur karena banyak orang tua yang kesulitan membujuk anaknya masuk pondok pesantren, atau banyak calon pelajar yang gagal tes masuk Gontor ini.

Di balik itu, saya telah melalui proses bimbang ragu ketika hendak mendaftarkan anak saya. Berbagai komentar tentang pondok pesantren dan pertanyaan dari keluarga dan teman-teman mengenai pondok pesantren sempat membuat saya goyah. Mulai dari alasan memilih pondok hingga kekhawatiran mereka terhadap masa depan anak saya. Saya bukan alumni pondok pesantren, pun keluarga besar saya. Bisa dimaklumi pengetahuan kami sangat minim soal pondok pesantren. Namun semua kekhawatiran itu saya lewati dan saya berhasil mengumpulkan keyakinan saya bahwa pilihan anak saya sudah yang terbaik. Saya mencari tahu sebanyak-banyaknya informasi tentang pondok pesantren dan mendatangi tempat-tempat tersebut. Keputusan tetap ada pada anak saya. Saya menganggap segala komentar dan pertanyaan itu sebagai wujud kecintaan keluarga dan teman-teman kepada kami.

Saya akan rangkum beberapa hal yang sering ditanyakan, sering dikomentari atau menjadi keraguan orang tua yang akan memasukkan anaknya di pesantren, khususnya di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG). Barangkali bisa jadi bahan perenungan dan pertimbangan orang tua yang masih ragu memasukkan anak ke pesantren, khususnya Gontor.

Q: Anak cuma satu terus mau dimasukkan pesantren, apa gak sepi di rumah trus kasihan anaknya?

A: Ya harus tega. Justru karena cuma satu maka harus jadi yang terbaik. Siapa lagi yang bisa menolong kami kalau bukan anak sholeh/sholehah yang satu-satunya ini. Kalau diizinkan sih maunya juga punya anak lagi.. hehehe…biar rame. Dibuat sibuk aja banyak aktivitas biar gak kesepian.

Q: Masih kecil begitu nanti gimana dia pisah jauh …? Kasihan …

A: Justru masuk pesantren itu biar berani dan mandiri. Cepat atau lambat anak pasti berpisah dari orang tua. Harus mandiri. Cuma soal waktu saja. Perpisahan ini sementara saja, toh libur bisa pulang.

Q: Katanya kalau di Gontor itu sekolahnya 7 tahun lho, ketinggalan sama teman sebayanya…

A: Iya betul. Lulus SD 6 tahun belajar, 1 tahun pengabdian. Kalau pintar bisa ambil akselerasi. Kan ketinggalan setahun saja. Lulusan SMP 5 tahun termasuk pengabdian. Tidak ada yang menjamin kalau lulus duluan bakal kuliah dan kerja duluan kan. 

Q: Di Gontor itu ngaji terus ya? Ada pelajaran umumnya gak?

A: Iya ngaji terus, ibadah terus, gerak terus. Ada pelajaran umum sama seperti sekolah umum, ditambah pelajaran agama. Nah lo…banyak jadinya kan… hehehe

Q: Kalau di Gontor itu dapat ijazah kayak di sekolah gak sih? Ikut UN gak?

A: Kalau lulus kelas 6 layak dan minta ya dapat ijazah (kata pak Kyai). Memang beda dengan ijazah Diknas dan Depag, tapi sudah diakui Diknas juga bahkan lebih dulu diakui internasional. Alhamdulillaah di Gontor bebas UN/USBN…ada ujiannya sendiri.

Q: Kalau lulus nanti jadi ulama dong? Emang cita-cita anakmu apa?

A: Lulusan pesantren tidak harus jadi ulama, tetapi dia bisa dakwah mengajak kebaikan apapun profesinya. Kl cita-cita masih ganti-ganti pilihan gitu lah anak SD. Setahu saya sih ingin menjaga perdamaian di bumi. Katanya juga mau jadi ilmuwan atau arsitek atau astronot atau duta besar atau diplomat atau presiden… apalah dia juga masih labil. Yang saya tahu dia ingin bawa kami ortunya masuk surga, itu cita-cita tertingginya.

Q: Gak dibujuk aja masuk sekolah umum? Nilainya kan bagus…

A: Sudah. Tapi anaknya keukeuh masuk pesantren dan keukeuh ke Gontor

Q: Sayang banget lho tar lulusan pesantren susah masuk universitas negeri…

A: Susah tapi bisa kan. Tak ada yang jamin juga kalau lulusan sekolah umum pasti masuk universitas negeri. Semua tergantung gimana anak belajar dan mau berkembang.

Q: Di Gontor kan banyak gitu santrinya, rame banget sekamar katanya… gak kasihan anaknya seadanya banget fasilitasnya…

A: Iya. Seru banyak temannya dari seluruh Indonesia dan negara lain (Malaysia, singapura, Thailand, dll). Kapan lagi usia SMP bisa punya teman sebanyak itu coba? Ya betul semua sederhana yang penting bersih dan sehat mereka jaga kok. InsyaAllaah itu justru keseruannya, belajar survive dengan keterbatasan dan kesederhanaan.

Q: Boleh ditengok gak sama ortunya? Ada liburnya juga?

A: Boleh. Awal-awal bisa lah sebulan sekali. Aturannya 3 bulan sekali. Libur 2 kali di saat Maulud dan Ramadhan-Syawal.

Q: Gimana nanti makannya, nyucinya…belum lagi kalau sakit..gimana?

A: Makanan ada di dapur pondok, pasti sudah dijamin kehalalan dan keseimbangan gizi anak. Semboyannya aja ‘berbadan sehat’. Kalau nyuci, ada tempat nyuci, atau bisa juga laundry. Ada jasa laundry di pondok yang dikelola santri. Kalau sakit? Tenang… ada klinik pondok, komplit dokternya juga.

Q: Disiplinnya tinggi ya katanya? Trus pakai bahasa Inggris sama bahasa Arab, anakku masih susah…

A: Iya disiplin banget, justru itu yang menarik. Soal bahasa, ya belajar bareng-bareng sama temennya, nanti terbiasa. Awalnya memang terpaksa-dipaksa-terbiasa.

Q : Susah ya tes masuknya..? Tesnya apa aja?

A: Lumayan. Ada tes praktik, lisan dan tes tulis. Materinya: baca Qur’an dengan tajwid, doa harian, praktik sholat, tes wawancara (psikotes), Imla (nulis Arab), berhitung, dan bahasa Indonesia. Lengkapnya di sini: https://www.gontor.ac.id/pendaftaran. Soal untuk lulusan SD dan SMP sama.

Q: Kalau anak dari SD negeri, bukan SDIT atau SDI atau MI boleh daftar?

A: Boleh aja sih, yang penting lolos tes.

Q: Biayanya mahal ya?

A: Relatif terjangkau. Justru lebih mahal uang masuk sekolah anakku SD dulu. Hehehe. Tiap bulannya sih murah, wali santri bayar SPP bukan untuk operasional pondok dan gaji ustadz, tetapi untuk makan anak selama di pondok. Operasional dan gaji didanai dari unit usaha pondok.

Q: Boleh dikunjungi gak selama di pondok?

A: Boleh, aturannya 3 bulan sekali. Tapi awal-awal bolehlah sebulan sekali. Heheh. Habis itu tar anaknya yang minta gak keseringan dijenguk. Tekor juga tiap bulan PP ke pondok kalau jarak jauh.

Q: Boleh bawa handphone (HP) gak? Gimana komunikasinya?

A: Gak. Barang elektronik juga gak boleh. Ada wartel kalau santri mau nelpon bisa di jam-jam istirahat.

Q: Nanti pada dibully gak tuh sama kakak kelas dan temannya yang ribuan begitu?

A: Gak. Disiplin pondok ditegakkan sejak hari pertama masuk tanpa ampun. Hukuman sudah siap menanti. Berkelahi bisa dikeluarkan. SIstem sudah fixed, berjalan dgn pengalaman 93 tahun. Pimpinan pondok, ustad, santri, wali santri, alumni, serta masyarakat sekitar semua bertanggungjawab atas pondok.

Q: Boleh bawa kartu ATM gak?

A: Gak. Uang taruh di tabungan siswa. Kirim saja uang via wesel PRIMA PT Pos Indonesia.

Q: Bayar uang seragam gak? Baju seragam pondok pakai gamis atau sarung?

A: Gak. Beli baju sendiri. Semua perlengkapan ada di koperasi dna minimarket pondok. Baju belajarnya celana bahan gelap, kemeja polos cerah, ikat pinggang, sepatu pantofel dan pakai peci songkok. Baju sholat baru deh pakai sarung, trus baju olahraga pakai celana training berkaret dan kaos polo, sama baju pramuka. Siapin kemeja putih dan jas untuk latihan pidato.

… dan masih banyak lagi pertanyaan dan komentar yang saya terima sebelum dan selama saya mengantar anak saya mendaftar di PMDG Ponorogo.

Nah, kira-kira seputar itu lah pertanyaan orang tua dan keluarga, mulai dari yang membingungkan, cenderung meankut-nakuti, membuat khawatir hingga pertanyaan yang betul-betul ingin tahu. Justru dari berbagai pertanyaan itulah saya kemudian mencari tahu dan mulai memahami bagaimana di pondok pesantren yang selama ini jadi bahan pembicaraan. Cerita pengalaman selama proses pendaftaran dan persiapan masuk pondok akan saya tuliskan pada postingan berikutnya.

Rangkuman pertanyaan ini murni pengalaman saya yang. Tentu ada pengalaman lain di pondok lain yang tak kalah serunya. Semoga bermanfaat.

Leave a comment